Jejak Langkah Penyuluh Agama Bebaskan Buta Quran Pemulung Jakarta

By Admin


nusakini.com-Jakarta - Siang itu, langkah Dzurrotun Ghola dan Ferry terlihat mantap memasuki lapak pemulung di bilangan Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Tampak juga Tari, perwakilan dari Majelis Pengkajian Khanza, mengiringi kedua Penyuluh Agama Islam Fungsional (PAIF) Jakarta Selatan itu. 

Sambil menenteng dus-dus berisi nasi, tampak ketiganya menyusuri jalan setapak diantara tumpukan kardus-kardus bekas maupun barang rongsokan lainnya yang memenuhi perkampungan tersebut. Tak tampak rasa sungkan di wajah mereka saat harus berjalan di tengah-tengah kampung padat penduduk tersebut. Bau sampah yang terkadang menyengat pun tak mengusik langkah mereka.  

"Bismillah, di hari Jumat berkah ini kami akan mulai berkenalan dengan warga di lapak pemulung ini. InsyaAllah ini akan jadi lapak ketiga yang akan kami bina dan berikan penyuluhan," kata Ghola, Jumat (13/09).  

Ya, Ghola dan Ferry memang tidak asing dengan kondisi lapak pemulung di daerah Jakarta Selatan. Sudah dua tahun ini, keduanya melakukan pembinaan secara khusus pada masyarakat di lapak-lapak pemulung. "Setelah di jalan pinang kali jati, kemudian di jalan margasatwa, kali ini Bismillah kami akan mulai di Lebak Bulus ini," tutur Ferry mantap.  

Belajar dari pengalaman memasuki dua lapak terdahulu, Ghola dan Ferry menyusun langkah untuk memulai pendekatan kepada warga lapak pemulung di Lebak Bulus yang akan dijadikan wilayah binaan. "Ajak mereka bicara dari hati, tapi pastikan kebutuhan pokok mereka terpenuhi. Alhamdulillah hari ini ada donatur yang bersedia menyumbangkan sebagian rejekinya untuk memberikan 100 nasi box ini," ujar Ghola mengungkapkan strateginya.  

Strategi ini membuahkan hasil. Pertemuan pertama yang biasanya amat rentan dengan penolakan, dapat dilakukan dengan baik. Wajah para warga terlihat sumringah menerima kehadiran penyuluh agama di tengah-tengah mereka.  

“Kami, Bu Ferry dan Bu Ghola adalah penyuluh agama Islam Jakarta Selatan. Kami ini bertugas untuk memantau kegiatan-kegiatan keagamaan masyarakat. Mungkin ibu-ibu bertanya, kok Bu Ferry ke sini juga? Iya, karena ini termasuk wilayah Jakarta Selatan juga, benar gak bu?,” ujar Ferry memulai perkenalan yang langsung disambut anggukan ibu-ibu yang hadir.  

Ghola pun menambahkan bahwa kehadiran mereka di Lapak Pemulung Lebak Bulus bertujuan untuk mengajari warga untuk memahami bahasa agama. “Kami ingin orang-orang di sini semakin meningkat. Meningkat apanya ? taqwanya. Meningkat apanya? Sholatnya.Meningkat apanya lagi ? belajar agamanya. Mau tidak Bu ?,” tanya Ghola, yang lagi-lagi mendapatkan sambutan antusias warga.  

Ghola menuturkan awal mula keprihatinannya pada komunitas marginal seperti kelompok pemulung ini. Menurutnya, meskipun ada di wilayah perkotaan dimana masjid taklim maupun Taman Pendidikan Quran amat mudah ditemui, komunitas ini nyatanya tak tersentuh pendidikan agama. “Berdasarkan pengamatan kami, warga seperti ini (pemulung) enggan datang ke majelis taklim dan TPQ, meskipun dekat dengan tempat tinggal mereka,” tutur alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.  

Penyebabnya menurut Ghola disebabkan dua hal. Pertama, mereka merasa bukan berada dalam satu komunitas dengan penyelenggara majelis taklim yang ada. “Kedua, karena di majelis taklim biasanya banyak iuran. Untuk beli baju seraga, untuk bayar ustadz, dan sebagainya. Sedangkan warga seperti ini, untuk makan saja susah,” imbuh Ghola. 

Ini yang menjadi latar belakang dua perempuan ini membentuk komunitas Rumah Penyuluhan Kreatif (RPK). Sebuah komunitas yang mereka bentuk untuk memberikan penyuluhan agama bagi kaum marginal, khususnya di wilayah Jakarta Selatan. “Kami berinisiatif jemput bola. Kami penyuluh agama harus datang ke komunitas ini. Kalau majelis taklim pasti sudah ada ustadznya. Kalau di sini, bila bukan kami siapa yang mau hadir untuk mereka. Ini tugas kami penyuluh agama,” ujar Ghola.

Dua tahun terbentuk, RPK sudah memiliki tiga lokasi penyuluhan utama. Terdiri dari dua lapak pemulung, dan satu panti jompo. "Keinginan kami satu, meskipun mereka berada dalam kondisi ekonomi yang mungkin tidak menyenangkan, mereka harus paham agama. Bagaimana mereka bisa paham agama, bila baca Quran saja tidak bisa. Padahal, sebagai muslim, petunjuk beragamanya ya Quran," tutur Ghola.  

Langkah yang mereka tempuh tak selamanya mudah. Ferry menuturkan penolakan kerap mereka terima di masa-masa awal masuk lapak pemulung. Di dua lapak terdahulu misalnya, banyak warga enggan belajar mengaji karena merasa waktu mengaji akan mengurangi waktu mereka untuk memulung.  

"Apalagi kalau anaknya diajak ngaji, orang tuanya kadang gak bolehin. Karena nanti anaknya gak ada waktu, bahkan si anak menolak ketika disuruh mengemis lagi," kata Ghola. 

Tapi hal itu tak menyurutkan keduanya. "Mulai dari anak-anaknya hingga orang tua, kami bentuk pengajian. Meskipun di awal-awal masuk komunitas ini tak mudah," tutur Ferry menambahkan.   

Lebih dari dua tahun berjalan, Ghola dan Ferry tak sekedar mengajarkan baca tulis Quran. Lebih jauh dari itu, keduanya berusaha memberikan pemahaman keagamaan yang lebih dalam pada komunitas yang jarang terjangkau binaan agama ini. "Kami mencoba membuka mind set masyarakat di sini tentang pentingnya pendidikan agama," tutur Ghola.

Ghola dan Ferry berkeinginan agar masyarakat di lapak pemulung tak sekedar bisa membaca Al-Quran dan memahaminya. "Kami juga ingin mereka bisa sholat yang rajin, beribadah yang benar, dan dekat dengan Allah SWT. Kami tanamkan, bahwa kita harus dekat dengan Allah. Bila sudah dekat, maka rejeki pun akan ikut mendekat.Tuhan pemberi segala rezeki," kata Ghola.  

Tak cukup sampai di sana, RPK juga berkomitmen untuk dapat mengentaskan kemiskinan di komunitas-komunitas pemulung. "Kata kuncinya, harus memperbaiki pendidikan. Yang jadi masalah, anak-anak ini banyak putus sekolah karena mereka tidak punya administrasi yang lengkap," jelas Ghola. 

Maka, perlahan Ghola dan Ferry melakukan pendekatan kepada para orang tua agar mulai melengkapi administrasi kependudukan mereka. "Perlahan-lahan kami arahkan agar anak-anaknya bisa mengecap pendidikan formal," tutur Ghola. 

Hal ini dilakukan, semata-mata untuk memotong mata rantai kemiskinan yang membelenggu mereka. Ini yang kemudian membuat ia dan Ferry menggandeng relawan-relawan untuk bergabung di RPK. 

Bersama-sama relawan yang rata-rata mahasiswa, Ghola dan Ferry mulai merintis juga pembelajaran materi pelajaran umum. Ini dilakukan sembari mempersiapkan anak-anak pemulung yang putus sekolah untuk mengikuti kejar paket.  

"Saat ini anak-anak pemulung di dua lapak terdahulu ada yang kami ikutkan kejar paket. Bahkan diantaranya sekarang sudah ada yang melanjutkan pendidikan formal, atau ada yang memasuki pendidikan pesantren," tutur Ghola.   

Hal ini juga yang mereka rencanakan di lapak pemulung Lebak Bulus yang menjadi tempat binaan mereka yang keempat. Pembelajaran di lapak pemulung menurut Ferry akan dilaksanakan setiap hari Jumat, mulai pukul 13.00 WIB. "Bismillah, mohon doanya semoga kami bisa membantu warga di sini untuk memiliki kehidupan yang lebih baik," kata Ferry. (p/ab)